Selasa, 24 November 2009

in depth reporting

  1. Tema : Wisata dan Budaya Jogja

2. Latar Belakang :

Beberapa waktu yang lalu muncul berbagai argumentasi terkait dengan tata kota dan tata kelola kota yogya dengan mengedepankan kekhasan tanpa meninggalkan fungsinya sebagai penyokong perekonomian Ibukota propinsi.

Ada wacana dari beberapa kalangan untuk menata kembali dan menjadikan kawasan Pasar Kembang (Sarkem) sebagai bagian dari paket wisata yogyakarta yakni sebagai bagian dari paket “wisata sex” untuk mendukung pencanangan kembali kota yogya sebagai daerah tujuan wisata.

Pasar kembang yang sejak dulu memang identik dengan komplek “wisata lendir” mau tidak mau memang sudah menjadi bagian dari perjalanan panjang kota yogyakarta hingga menjadi seperti sekarang ini. Keberadaannya tidak dapat dilepaskan begitu saja dari pola masyarakat jawa jaman dulu dimana berbagai hal yang bersinggungan dengan hasrat dan imani tidak dapat dipisahkan begitu saja. Cara pandanglah yang membuat segala sesuatu yang pada awalnya merupakan bagian dari heterogenitas menjadi sesuatu yang terpolar. Ya, yakni antara kekhasan budaya dan kultur dengan hakekat kemanusiaan raga yang tidak juga dapat dihapus dengan begitu saja meski mengatasnamakan moral dan religiusitas.

Lokalisasi yang keberadaannya tepat didaerah pusat kota dan lingkup pemerintahan hendaknya disikapi dengan rasio yang bukan hanya menilik dari keberadaannya sekarang, melainkan menarik mundur mengapa sejak awal komplek itu berada tepat didaerah pusat keramaian dan pusat pemerintahan!? Bukankah tidak mustahil kompleks semacam itu digusur keberadaannya dengan dalih mengganggu kepentingan umum dan tidak sesuai dengan norma yang ada. Mengapa kota yogya yang sarat dengan nuansa religius, kultural dan budaya “malah” memangku kompleks itu diantara deretan komplek strategis dan memiliki kedudukan yang penting dalam tata kelola pemerintahan!?

Entah siapa yang memiliki wewenang untuk menjawab secara tepat pertanyaan ini meski sampai detik ini masih banyak sekali perdebatan yang mempertanyakan dan mempermasalahkan keberadaan sarkem didaerah yang begitu strategis baik dalam peta pemerintahan maupun ekonomi. (Tulisan By. Dedi Wuluh).

Kami ingin mengembangkan isi dari tulisan di atas menjadi sebuah laporan mendalam agar bisa menjawab pertanyaan yang masih belum terselesaikan yaitu Mengapa kota Yogya yang sarat dengan nuansa religiutsitas, kultural, dan budaya “malah” memangku kompleks itu di antara deretan komplek strategis dan memiliki kedudukan penting dalam tata kelola pemerintahan?! Siapa yang berwenang menangani masalah ini?? Bagaimana pandangan dari pihak-pihak yang pro maupun kontra tentang keberadaan wisata lendir di Jogja?? Semua akan dikupas dengan tuntas, tajam, dan mendalam dalam In depth reporting : Wisata Lendir di Kota Budaya Jogja

  1. Objek Observasi : Lokalisasi Sarkem di Jalan Pasar Kembang Yogyakarta
  2. Narasumber :

- Kepala Dinas Pariwisata Jogjakarta (sedang diusahakan, kalo tidak dapat ya…stafnya saja)

- Pemda kota Jogja terkait dengan tata kota

- WTS yang bekerja di lokalisasi tersebut

- Pengunjung dan penikmat wisata lendir sarkem

- Ulama

- Sosiolog

- Budayawan : Butet Kertarejasa (sedang diusahakan)

  1. Interview Guide :
  2. Pembagian Kerja :

Bertha Mintari : interviewer, mencari referensi dari berbagai buku, editor

Aga Mandala : interviewer, menyusun berita

Rara Dinar : interviewer, menyusun berita

Desti Triwahyuni : interviewer, menyusun berita

Kartiko Wulantomo : interviewer, fotografer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar