Untuk menghindari pematokan harga yang terlampau tinggi oleh para tukang becak yang kurang bertanggung jawab ini. Pemerintah Daerah Yogyakarta mendirikan organisasi tukang becak yang ada di Malioboro. Setiap tukang becak diberikan seragam sebagai pembeda mana yang ikut organisasi ini dan mana yang tidak.
Terlepas dari itu semua, pekerjaan sebagai tukang becak memiliki tingkat tantangan yang sangat tinggi. Dikala mereka laku atau mendapat penumpang itu hal wajar akan tetapi jika mereka dalam satu hari tidak mendapat penumpang satu pun ini yang sangat ironis bahkan tragis. Banyak kita lihat tukang becak disudut-sudut jalan yang tidak laku yang menanti seorang penumpang. Ada pula seorang kakek tua yang untuk menggayuh pedalpun seakan tidak kuat, tetapi tetap saja menjadikan becak sebagai penyambung hidupnya. Mereka pun berharap anak-anak mereka tidak menjadi seperti mereka. Itulah yang dikatakan hampir semua tukang becak di Yogyakarta bahkan di Indonesia. Ironinya mahasiswa sekarang malah tidak tahu apa yang dilakukanya, apa tugas utamanya sebagai mahasisiwa. Mereka malah bergelut dengan dunia malam dan hanyut dalam kenikmatan duniawi. Orang tua mereka sudah susah payah memberikan apa yang terbaik buat mereka. Semoga saja dengan fenomena tukang becak yang menggayuh senti demi senti ini mengingatkan kita pada orang tua kita yang mencucurkan keringat demi kebaikan anaknya.
(Tulisan Pendukung)
Yogyakarta(9/4), Yatno begitu dia akrab disapa. Bapak dua anak ini yang biasa mangkal di parkiran wisata taman sari ini menggantungkan hidupnya. “Ya, koyo’ ngene mas, sabendino ngenteni turis-turis sing arep muter-muter” begitu katanya kepada saya. Yang artinya ya, kaya gini mas tiap hari nunggu turis-turis yang mau berkeliling. Setiap hari Pak Yatno biasanya bias mengantar rata-rata lima turis. Penghasilannya pun lumayan sekitar Rp.50.000 per hari. Saya pun tambah tercengang ternyata Pak Yatno lumayan bias berbahasa Inggris. “yo, karena sering tawar-tawaran dan nganterin turis-turis itu saya jadi ketularan bule” tandasnya sambil tertawa.
Pria berumur 40 tahun ini sudah menekuni profesinya sejak 10 tahun lalu. Sebelumnya pekerjaanya adalah buruh di Perusahaan garmen. Karena PHK pada krisis moneter di tahun 1998, yang menyebabkan dia kehilangan pekerjaannya. Kini dia hidup bahagia bersama kedua anaknya yang masih sekolah di SMP dan SD. Walaupun gajinya hanya cukup untuk makan tiap hari dia tetap memperlihatkan raut gembira dimukanya.
Saya pun ditawari untuk berkeliling menaiki becaknya. Disela-sela perjalanan untuk berkeliling dia bercerita hal-hal unik yang pernah dialaminya diantaranya seorang turis yang ingin menjadi pengendara becak dan Pak Yatno sebaliknya menjadi penumpangnya.
Pak Yatno juga memaparkan pendapatnya mengenai pekerjaan tukang becak yang semakin lama semakin meningkat intensitasnya. Mungkin karena lapangan pekerjaan semakin sedikit paparnya. Disela-sela perjalanan hujan deras pun turun, karena tidak tega melihat Pak Yatno yang basah kuyub, kita memutuskan untuk berhenti diemperan toko. Sembari kembali bercerita ngalor-ngidul yang artinya bercerita yang tidak jelas. Laki-laki kekar ini memang sangat enak diajak ngobrol.
Hujan pun reda, saya memutuskan untuk mengakhiri percakapan dan kembali pulang. Sebelumnya saya tidak lupa memberikan uang kepada Pak Yatno, yang kemudian dia tolak. “Ga usah mas, Cuma keliling sini situ aja kok”tandasnya. Masih ada orang semulia ini didunia,gumam saya. Semoga pekerjaan sebagai tukang becak ini tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
By : Aga Mandala Nosya (153070355)
wah , pak becaknya ganteng ya pake baju coklat. hehehe
BalasHapus