“Ulama Nyentrik”
Oleh : Bertha, Desti, dan Kartiko
Floopynews.com(15/12)- Telah berulang kali Muhammad Hafidz (30), seorang ulama nyentrik di masjid Al-Hikmah, Cantel, Jogjakarta) mendatangi pasar kembang atau lebih dikenal dengan sarkem. Eitts…jangan berpikir yang negatif dulu, karena kedatangannya ke sarkem bukan untuk menikmati kemolekan para WTS melainkan untuk curhat dari hati ke hati dengan para WTS. Memang aneh sekali kebiasaan ulama yang satu ini, dengan berganti kostum kebesaran yaitu dari celana congklang (celana di atas mata kaki) dan peci menjadi kemeja dan celana jeans layaknya laki-laki parlente dia mendatangi pusat prostitusi di Jogja tersebut. Untuk apa ulama nyentrik ini nekat curhat dengan WTS? Jawabannya hanya ada satu kata “menyamakan persepsi untuk kehidupan lebih baik dan mencari inspirasi untuk berdakwah” , begitu ucapnya di sela-sela wawancara dengan Floopynews.
Ulama paruh baya asal Surabaya, Jawa timur ini telah 6 tahun lamanya membina masjid Al-Hikmah. Muhammad Hafidz atau yang akrab disapa Hafidz sudah akrab dengan lingkungan prostitusi karena kebetulan sejak kecil tinggal di daerah yang tidak jauh dengan kawasan “Dolly” di Surabaya. Dia tahu bahwa bekerja sebagai WTS ternyata bukan merupakan suatu perkara mudah. Hafidz mengatakan, “Mereka (WTS) disana, memilih profesi ini bukan karena jalan hidup melainkan karena terpaksa. Ada banyak factor yang melatarbelakanginya, salah satunya ialah factor ekonomis dan biologis. Tetapi pada dasarnya, mereka masih mempunyai nurani, untuk itu jangan kita jauhi mereka, sebaiknya kita rangkul untuk bertobat”.
Untuk mengetahui lebih dalam kedekatan ulama nyentrik ini dengan dunia esek-esek, secara khusus Floopynews mewawancarai Hafidz di tengah kesibukannya membina mesjid Al-Hikmah, berikut petikan wawancara Floopynews:
Anda tampaknya dekat dengan dunia sarkem?
Haha….memang benar. Saya sering “iseng “ ke sarkem. Maaf kata bukan untuk “itu” tapi saya iseng menanyai PSK Di sana. Saya bayar sesuai tarif dan bercengkerama di kamar yang sempit dan pengap. Sepengap beban yang menhimpit hidup mereka.
Apa saja yang anda tanyakan jika curhat dengan WTS?
Semua saya tanyakan, saya melihat dari berbagai perspektif. PSK jangan kita anggap kotor. Mereka sebenarnya mempunyai factor mendasar yang melatarbelakangi kenapa akhirnya mereka memilih jalan ini. Bahkan kebanyakan dari mereka terpaksa menjalaninya.
Apakah WTS di sarkem terlalu diforsir kerjanya?
Ya…sangat tidak humanis, belum ada pengelolaan atau managemen yang memadai.
Apakah mereka yang bekerja di sana belum mendapat jalan terang?
Banyak orang menganggap mereka kotor. Tapi yang perlu dicatat adalah “kotor=kebersihan yang tidak terpelihara”. Untuk menemukan frustasi kebenaran harus dengan jalan tauhid=jalan sirik. Intinya, bukan berarti mereka 100%salah, ini kesalahan kita bersama dan harus dibenahi bersama. Banyak di antara mereka setelah mendengar saya berdakwah lalu bertobat. Alaupun itu semua butuh proses, ada yang mengawalinya dengan sholat namun ada juga yang ekstrem dengan meninggalkan profesinya sebagai WTS.
Lalu bagaimana tanggapan Anda mengenai rencana relokasi sarkem?
Nurani saya terhentak sebagai orang beragama tetapi di satu sisi saya tetap berajalan di penegakan hukum islam. Di jaman saijinah umar bin salam tidak ada korupsi. Mayarakatnya sudah kaya, sejahtera. Kalo umat udah sejahtera, masih ada saja yang mencuri, bisa dibilang hal itu bejat sekali. Kalau sekarang Indonesia mau menegakkan hukum islam itu sulit sekali, karena sistem sebenarnya sudah bagus namun tidak ada tindak lanjut sama sekali. Nah seperti sarkem, wacana relokasi sudah ada, tapi implementasinya belum ada.
Intinya?
Saya tidak berwenang untuk membrikan jawaban atas pertanyaan ini. Tapi menurut pendapat saya pribadi…jika sarkem direlokasi maka akan lebih humanis, mereka akan lebih ada martabatnya di mata masyarakat.Pada dasarnya ini lebih kepada pilihan hidup mereka.
Pandangan Anda secara ideologis terhadap wacana relokasi ini?
Kalau dipandang secara ideologis sebenarnya agama tidak bisa memberikan solusi. Agama hanya bisa memberi tahu mana yang haram dan mana yang halal. Flashback ke citra jogja tempoe doeleoe, tahun 2004 saya menemukan banyak wisata lendir seperti di Jogja, Surabaya , Bandungan. Jogja tempo dulu sebagai mazhab pengetahuan, budaya sekarang diwarnai dengan jogja sebagai kota sex.
Apakah wacana relokasi sarkem ini ada dampaknya?
Tentu saja ada…lha wong kalo sarkem direlokasi hal ini jutru membuat martabat PSK jauh lebih baik. Kalo pait-paitnya digusur…ya malah repot. Virus bisa menyebar. Bisa-bisa kantin UIN jad sarang prostitusi hehe. Jadi lebih baik tetap terfokus pada satu tempat tapi direlokasi saja. Ke gamping atau kemana yang penting jangan di pusat kota seperti ini.
Ulama memang tidak harus jijik dengan tempat-tempat seperti sarkem dan sejenisnya, justru dari tempat syirik macam ini mereka dapat merangkul orang-orang yang masih dalam kuasa gelap untuk kembali di jalan-Nya. Semoga saja ulama-ulama nyentrik (dalam pengertian positif tapi) makin berkembang di Indonesia. Sehingga citra Islam yang sekarang mulai goyah karena identik dengan kekerasan akibat isu teroris bom bali dapat terhapuskan dengan orang-orang yang penuh cinta kasih merangkul sesamanya menuju jalan tobat seperti yang telah dilakukan Muhammad Hafidz.
Oleh : Bertha, Desti, dan Kartiko
Floopynews.com(15/12)- Telah berulang kali Muhammad Hafidz (30), seorang ulama nyentrik di masjid Al-Hikmah, Cantel, Jogjakarta) mendatangi pasar kembang atau lebih dikenal dengan sarkem. Eitts…jangan berpikir yang negatif dulu, karena kedatangannya ke sarkem bukan untuk menikmati kemolekan para WTS melainkan untuk curhat dari hati ke hati dengan para WTS. Memang aneh sekali kebiasaan ulama yang satu ini, dengan berganti kostum kebesaran yaitu dari celana congklang (celana di atas mata kaki) dan peci menjadi kemeja dan celana jeans layaknya laki-laki parlente dia mendatangi pusat prostitusi di Jogja tersebut. Untuk apa ulama nyentrik ini nekat curhat dengan WTS? Jawabannya hanya ada satu kata “menyamakan persepsi untuk kehidupan lebih baik dan mencari inspirasi untuk berdakwah” , begitu ucapnya di sela-sela wawancara dengan Floopynews.
Ulama paruh baya asal Surabaya, Jawa timur ini telah 6 tahun lamanya membina masjid Al-Hikmah. Muhammad Hafidz atau yang akrab disapa Hafidz sudah akrab dengan lingkungan prostitusi karena kebetulan sejak kecil tinggal di daerah yang tidak jauh dengan kawasan “Dolly” di Surabaya. Dia tahu bahwa bekerja sebagai WTS ternyata bukan merupakan suatu perkara mudah. Hafidz mengatakan, “Mereka (WTS) disana, memilih profesi ini bukan karena jalan hidup melainkan karena terpaksa. Ada banyak factor yang melatarbelakanginya, salah satunya ialah factor ekonomis dan biologis. Tetapi pada dasarnya, mereka masih mempunyai nurani, untuk itu jangan kita jauhi mereka, sebaiknya kita rangkul untuk bertobat”.
Untuk mengetahui lebih dalam kedekatan ulama nyentrik ini dengan dunia esek-esek, secara khusus Floopynews mewawancarai Hafidz di tengah kesibukannya membina mesjid Al-Hikmah, berikut petikan wawancara Floopynews:
Anda tampaknya dekat dengan dunia sarkem?
Haha….memang benar. Saya sering “iseng “ ke sarkem. Maaf kata bukan untuk “itu” tapi saya iseng menanyai PSK Di sana. Saya bayar sesuai tarif dan bercengkerama di kamar yang sempit dan pengap. Sepengap beban yang menhimpit hidup mereka.
Apa saja yang anda tanyakan jika curhat dengan WTS?
Semua saya tanyakan, saya melihat dari berbagai perspektif. PSK jangan kita anggap kotor. Mereka sebenarnya mempunyai factor mendasar yang melatarbelakangi kenapa akhirnya mereka memilih jalan ini. Bahkan kebanyakan dari mereka terpaksa menjalaninya.
Apakah WTS di sarkem terlalu diforsir kerjanya?
Ya…sangat tidak humanis, belum ada pengelolaan atau managemen yang memadai.
Apakah mereka yang bekerja di sana belum mendapat jalan terang?
Banyak orang menganggap mereka kotor. Tapi yang perlu dicatat adalah “kotor=kebersihan yang tidak terpelihara”. Untuk menemukan frustasi kebenaran harus dengan jalan tauhid=jalan sirik. Intinya, bukan berarti mereka 100%salah, ini kesalahan kita bersama dan harus dibenahi bersama. Banyak di antara mereka setelah mendengar saya berdakwah lalu bertobat. Alaupun itu semua butuh proses, ada yang mengawalinya dengan sholat namun ada juga yang ekstrem dengan meninggalkan profesinya sebagai WTS.
Lalu bagaimana tanggapan Anda mengenai rencana relokasi sarkem?
Nurani saya terhentak sebagai orang beragama tetapi di satu sisi saya tetap berajalan di penegakan hukum islam. Di jaman saijinah umar bin salam tidak ada korupsi. Mayarakatnya sudah kaya, sejahtera. Kalo umat udah sejahtera, masih ada saja yang mencuri, bisa dibilang hal itu bejat sekali. Kalau sekarang Indonesia mau menegakkan hukum islam itu sulit sekali, karena sistem sebenarnya sudah bagus namun tidak ada tindak lanjut sama sekali. Nah seperti sarkem, wacana relokasi sudah ada, tapi implementasinya belum ada.
Intinya?
Saya tidak berwenang untuk membrikan jawaban atas pertanyaan ini. Tapi menurut pendapat saya pribadi…jika sarkem direlokasi maka akan lebih humanis, mereka akan lebih ada martabatnya di mata masyarakat.Pada dasarnya ini lebih kepada pilihan hidup mereka.
Pandangan Anda secara ideologis terhadap wacana relokasi ini?
Kalau dipandang secara ideologis sebenarnya agama tidak bisa memberikan solusi. Agama hanya bisa memberi tahu mana yang haram dan mana yang halal. Flashback ke citra jogja tempoe doeleoe, tahun 2004 saya menemukan banyak wisata lendir seperti di Jogja, Surabaya , Bandungan. Jogja tempo dulu sebagai mazhab pengetahuan, budaya sekarang diwarnai dengan jogja sebagai kota sex.
Apakah wacana relokasi sarkem ini ada dampaknya?
Tentu saja ada…lha wong kalo sarkem direlokasi hal ini jutru membuat martabat PSK jauh lebih baik. Kalo pait-paitnya digusur…ya malah repot. Virus bisa menyebar. Bisa-bisa kantin UIN jad sarang prostitusi hehe. Jadi lebih baik tetap terfokus pada satu tempat tapi direlokasi saja. Ke gamping atau kemana yang penting jangan di pusat kota seperti ini.
Ulama memang tidak harus jijik dengan tempat-tempat seperti sarkem dan sejenisnya, justru dari tempat syirik macam ini mereka dapat merangkul orang-orang yang masih dalam kuasa gelap untuk kembali di jalan-Nya. Semoga saja ulama-ulama nyentrik (dalam pengertian positif tapi) makin berkembang di Indonesia. Sehingga citra Islam yang sekarang mulai goyah karena identik dengan kekerasan akibat isu teroris bom bali dapat terhapuskan dengan orang-orang yang penuh cinta kasih merangkul sesamanya menuju jalan tobat seperti yang telah dilakukan Muhammad Hafidz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar